TEMPO.CO, Jakarta – Saat ini sedang terjadi ketegangan di masyarakat Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Hal ini menyusul bentrokan antara aparat keamanan gabungan TNI-Polri dengan warga sekitar pada Kamis 7 September 2023.
Persoalan bermula ketika ribuan warga Pulau Rempang menolak direlokasi dan diancam akan diusir dari rumahnya sesuai rencana pembangunan kawasan. Rempang Eco City. Sebab pembangunan yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) ini berada di dua kecamatan di Pulau Rempang, yakni Kecamatan Sembulang dan Rempang Ket. Rencananya Pulau Rempang akan dikembangkan menjadi kawasan ekonomi baru atau mesin baru pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan konsep “kota hijau dan berkelanjutan”.
Lantas, seberapa besar sebenarnya Pulau Rempang?
Seberapa besar Pulau Rempang?
Pulau Rempang merupakan salah satu pulau di Kecamatan Galang yang termasuk dalam Wilayah Pemerintahan Kota Batam Kepulauan Rhea. Luas wilayahnya adalah 165 kilometer persegi atau 16.500 hektar.
Pulau Rempang merupakan rangkaian pulau terbesar kedua di Batam dan dihubungkan oleh enam Jembatan Barelang. Nama tersebut berasal dari singkatan kata Batam, Rempang dan Galang. Pulau ini terletak tiga kilometer tenggara Pulau Batam dan terhubung dengan Pulau Galang di selatan melalui Jembatan Barelang Kelima.
Banyak pengunjung bersantai di Jembatan Burling di Kota Batam. (TEMPO.CO/Yogi Eka Sahputra)
Di tahun Pada tanggal 19 Juni 1992, melalui Keputusan Presiden No. 28, pemerintah Indonesia memperluas Kawasan Industri Pulau Batam. Hal ini ditengarai akan meningkatkan aktivitas bisnis di Pulau Batam, namun daya tampung lahan dan daya dukung kawasan industri Pulau Batam terbatas.
Pulau Rempang dan Pulau Galang juga termasuk dalam kawasan industri Pulau Batam dengan status kawasan terlarang. Nah saat ini Pulau Rempang sedang dikembangkan untuk Kawasan Pertanian dan Perikanan Sembulang. Selain itu, ada juga destinasi wisata dengan pantainya yang indah.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pulau Rempang termasuk dalam kategori pulau kecil. Kawasan ini juga termasuk dalam kawasan hutan cagar taman buru. Jumlah penduduknya berkisar antara 7.500 hingga 10.000 jiwa, yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan dan pelaut.
Terdapat 16 desa tua dan pemukiman asli di Pulau Rempang. Luas total 16 desa tua tersebut kurang dari 10 persen luas Pulau Rempang. Penghuni kampung lama terdiri dari beberapa suku, antara lain suku Melayu, suku Orang Laut, dan suku Orang Darat.
Menurut laman budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Orang Darat atau Oetan (Hutan) merupakan penduduk asli Pulau Batam, khususnya Pulau Rempang. Pada tahun 1930, seorang pejabat Belanda bernama P. Wink mengunjungi mereka di Pulau Rempang. Kunjungannya terekam dalam artikel berjudul Verslag van in Bezok an de Orang Darat van Rempang pada 4 Februari 1930.
Bekas Kamp Vietnam Galang, Batam. Foto: BP Batam.
iklan
Saat Wink berkunjung ke Pulau Rempang, ia menyebut ada delapan laki-laki, dua belas perempuan, dan enam belas anak-anak dari suku Orang Darat. Mereka mencari nafkah dari hasil pertanian dan kehutanan, serta mencari makanan laut saat air pasang. Sayangnya, populasi daratan menurun, dan hanya tersisa beberapa keluarga pada tahun 2014.
Saat ini Pulau Rempang masuk dalam salah satu Proyek Strategis Nasional tahun 2023 dan direncanakan menjadi kawasan industri, komersial, dan pariwisata dengan nama Rempang Eco Park. Berdasarkan laman BP Batam, proyek ini akan menempati lahan di Pulau Rempang seluas 7.572 hektare atau 45,89 persen dari total luas lahan Pulau Rempang yakni 16.500 hektare.
Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tijajanto, lahan yang akan digunakan untuk Rempang Eco City kurang lebih seluas 17.000 hektar kawasan hutan dan luasnya. Hak pengelolaan lahan (HPL) seluas 600 hektar dari Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Evakuasi dan relokasi warga Pulau Rempang
Diketahui, terjadi bentrokan antara aparat dan masyarakat Pulau Rempang pada Kamis pekan lalu. Pasukan gabungan memaksa mereka mengambil tindakan dan memasang patok batas.
BP Batam terus mengkampanyekan warga untuk segera mendaftarkan rumah yang terkena dampak pembangunan Eco-City Rempang. Sebab, Pulau Rempang harus dinyatakan kosong sebelum 28 September 2023 oleh tim gabungan yang terdiri dari Polri, TNI BP Batam, dan Satpol PP. Sosialisasi ini dilakukan dalam bentuk pembagian stiker dan spanduk di titik pendaftaran yang ada di desa tersebut.
Hadi mengatakan, pemerintah sudah melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat. Hal itu disampaikan Hadi saat rapat kerja bersama Komisi II DPR RI di Jakarta, Selasa, 12 September 2023. Menurut dia, 50 persen warga Rempang menerima usulan tersebut.
Dalam usulan tersebut, pemerintah menawarkan untuk mencarikan tempat tinggal baru atau tempat lain yang cocok untuk kehidupan masyarakat Pulau Rempang, yakni kehidupan sebagai nelayan. Hadi mengatakan pemerintah sedang menyiapkan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas lahan dekat laut seluas 500 hektare untuk memudahkan kehidupan.
“Kami akan bagi 500 hektare dan segera berikan 500 meter dan berikan sertifikat. Kami akan bangun fasilitas keagamaan, pendidikan, dan kesehatan di sana,” ujarnya.
Raden Putri | YOGI EKA SAHPUTRA | kelompok Tempo
Pilihan Editor: Profil Jembatan Batam Barelang, Tempat Penduduk Pulau Rempang menghalangi pihak berwenang
Quoted From Many Source