Pakar Ingatkan Hati-Hati Amandemen UUD Bisa Buka Kotak Pandora Politik

Tak Berkategori81 Dilihat

Jumat, 11 Agustus 2023 – 07:03 WIB

Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi dari Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid, menyebut rencana amandemen UUD tahun 1945 yang di endorse oleh Ketua MPR RI. Bambang Soesatyo beberapa hari belakangan ini adalah sesuatu yang normal dan lazim. Menurutnya, tidak ada yang luar biasa, itu seperti “academic discourse” yang harus dilihat secara objektif.

Baca Juga :

LRT Jabodebek Siap Beroperasi Resmi Layani Penumpang pada 26 Agustus 2023

Fahri berpendapat bahwa memang ada persoalan besar dan riskan yang sebenarnya belum sepenuhnya mendapat jalan keluar dari konstitusi saat ini. Jika keadaan yang demikian itu terjadi, misalnya secara akademik, dalam UUD 1945 telah dengan tegas mengatur bahwa masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden adalah lima tahun. Pengaturan yang sebangun dengan itu adalah masa jabatan anggota DPR, DPD, DPRD, Menteri adalah lima tahun. 

Ilustrasi sidang Paripurna di DPR

Baca Juga :

Punya Modal Akseptabilitas, PAN Berpotensi Dongkrak Elektabilitas di 2024

Karena itu, kata Fahri, ketentuan Pasal 22E UUD 1945 tegas mengatur bahwa pemilihan umum dilaksanakan 5 tahun sekali. 

“Maka menjadi pertanyaan teoritik adalah jika sekiranya terjadi sebuah keadaan-keadaan yang membuat kesinambungan kepemimpinan bangsa dan negara terhenti baik karena adanya bencana alam yang dahsyat, adanya pandemi, adanya pemberontakan dan kerusuhan atau krisis keuangan, maka keadaan-keadaan demikian mungkin saja dapat diatasi oleh presiden dan wakil presiden dengan menyatakan keadaan bahaya sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Presiden masih dapat mengatasi hal tersebut,” kata Fahri dalam keterangannya, Kamis, 10 Agustus 2023. 

Baca Juga :

Komisi III Minta Polda Metro Usut Tuntas Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di Kasus Miss Universe

Namun demikian, lanjut dia, bagaimana sekiranya jika terjadi situasi di mana presiden dan wakil presiden, berikut triumvirat (Mendagri, Menlu dan Menhan) beserta jajaran yang lain lumpuh atau berhalangan tetap secara serentak sehingga situasi keadaan bahaya itu sama sekali tidak dapat diatasi oleh organ-organ konstitusional yang ada.  

Atau keadaan darurat negara sehingga pelaksanaan Pemilu tidak dapat diselenggarakan sebagaimana mestinya tepat pada waktunya sesuai perintah konstitusi, maka secara hukum tentunya tidak ada presiden dan/atau wakil presiden yang terpilih sebagai sebuah produk Pemilu, sehingga keadaan demikian, timbul pertanyaan siapa yang punya kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan-keadaan bahaya tersebut? 

Halaman Selanjutnya

Fahri berpendapat bahwa UUD 1945 harus dapat memberikan jalan keluar secara konstitusional untuk mengatasi kebuntuan ketatanegaraan “constitutional deadlock”. Sebab, kata dia, jika situasi seperti itu benar benar terjadi, sehingga salah satu materi amandemen kelima adalah terkait hal itu. 

img_title



Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *